POSISI fosil formasi kapal pada ketinggian 15.500 kaki
di puncak Gunung Ararat hasil pendeteksian geo radar.
Di bawah ruangan formasi itu ada ruangan, yang diduga
adalah kamar-kamar.*UNMUSEUM NEWS
Foto “benda asing” yang terlihat di puncak Gunung
Ararat, hasil pemotretan udara pada tahun 1959 oleh
NATO.*UNMUSEUM NEWS
KEINGINAN untuk menemukan Perahu Nabi Nuh AS,
sebenarnya sudah dilakukan orang selama berabad-abad.
Menurut catatan, sebelum Nabi Muhamad SAW lahir pun,
sudah ada orang yang ingin menemukan kapal yang penuh
misteri itu sesuai dengan petunjuk “Injil” kitab suci
orang Kristen. Konon Epiphanius, seorang bishop dari
Salames, pernah mencari perahu itu dan melihat
peninggalan Nabi Noah (Nuh AS) ,masih terdampar di
Gunung Guardian yang tertutup salju sangat tebal,
Kemudian pada abad XII juga disebutkan, upaya
pencarian kapal ini pernah dilakukan pula oleh
Benyamin Tudela, seorang pendeta bangsa Yunani. Ia
mengatakan, bahwa pendahulunya Omar bin al Khatab,
seorang petinggi dari Turki, telah mengambil bagian
dari kapal itu untuk dijadikan bahan bangunan mesjid.
Perdebatan demi perdebatan, mulai muncul di kalangan
para ahli sejarah dan agama, tentang di mana tempat
sebenarnya kapal Nabi Nuh itu terdampar, karena
terdapat perbedaan tempat, di antara kitab suci Bibel
dan Quran.
Di dalam kitab Bibel disebutkan, bahwa kapal Noah
terdampar setelah sekian lama terombang ambing ombak
dan gelombang pasang di Gunung Ararat. Namun dalam
Alquran disebutkan bahwa kapal itu terdampar di Bukit
(gunung) Judi (daerah Armenia).
Alquran Surat Hud ayat 44 berbunyi: … Dan
difirmankan: Hai Bumi telanlah airmu, dan hai langit
(hujan) berhentilah, dan air pun disurutkan, perintah
pun diselesaikan, dan bahtera itu pun berlabuh di
bukit Judi. Dan dikatakan “binasalah orang-orang
zalim.
Dari hasil penelitian para ahli, ternyata Gunung
Ararat sekarang, telah berganti nama beberapa kali.
Pernah bernama Gunung Guardian, dan juga bernama
Armenia atau Gunung Judi. Akhirnya setelah melalui
penelitian panjang, dengan berdasarkan bukti-bukti
sejarah kuno para ahli sejarah dan agama sepakat,
bahwa gunung tempat terdamparnya kapal Nabi Nuh itu
bernama Gunung Ararat (Injil) atau Gunung Judi
(Quran), yang sebenarnya kendati nama yang berbeda
tempatnya itu-itu juga.
Setelah sekian lama tidak terdengar lagi, upaya
pencarian kapal Nabi Nuh muncul kembali pada abad XIX.
James Brice, seorang ahli archeology dari Oxford
University, pada tahun 1876 dengan biaya dari
Yayasannya mengarungi lautan salju di Gunung Ararat
Perbatasan Turky mencari kapal misterius itu kembali.
Dalam perjalanan ke puncak Ararat, James Brice dari
Inggris, menyatakan menemukan empat buah batu panjang
berbentuk tongkat. Ia menduga “batu tongkat itu”
merupakan bagian dari tiang layar kapal yang dalam
pejalanan waktu puluhan ribu tahun sudah memfosil.
Menjelang akhir abad XIX, yaitu tepatnya tahun 1892,
Yoseph Nouri dari Prancis mengulangi perjalanan yang
dilakukan James Brice dari rute yang bebeda.
Ia mengklaim, bahwa dirinya telah sampai ke tujuan dan
berhasil menemukan perahu Nabi Nuh. Keberhasilannya
itu karena kebetulan. Waktu itu sedang musim kemarau
sangat panjang, sehingga tidak ada salju yang menutupi
permukaan gunung Bahkan ia menegaskan, sempat
berjalan-jalan di tempat yang diduga dek kapal yang
panjangnya 300 cubic, persis seperti yang diungkapkan
dalam kitab Bibel.
Semua ungkapan dan pernyataan dari “para pemburu Kapal
Nabi Nuh“, hingga penghujung abad XIX hanyalah
dilukiskan dalam kata-kata dan tulisan saja tanpa bisa
divisualisasikan. Karena memang pada waktu itu, tidak
ada teknologi fotografi yang mampu mendukung
pernyataan mereka, sehingga semua orang yang
mendengarnya, merasa penasaran. Apakah omongannya itu
benar, atau hanya “bulshit” (bohong) saja.
Waktu terus berjalan. Gandrung mencari perahu Nabi
Nuh , seperti hilang ditelan waktu. Hingga pada tahun
1959, Ilham Durupinan, seorang pilot Turky Airforce
anggota pasukan NATO mengadakan pemotretan udara di
Gunung Ararat perbatasan Irak, melihat dari rekaman
hasil pemotretannya itu “benda asing” dekat puncak
salah satu gunung tertinggi di Turky itu, pada
ketinggian 15.500 kaki.
Karena merasa penasaran, para petinggi NATO di basis
Turky memerintahkan Dr. Arthur Brande, ahli fotografi
dari Ohio University untuk memeriksa rekaman gambar
pemotretan itu.
Setelah meneliti secara seksama, akhirnya disimpulkan
bahwa “benda asing” di puncak Ararat itu adalah
“perahu“. Ya formasi perahu, yang diduga merupakan
peninggalan Nabi Nuh, yang selama ini banyak dicari
para ahli.
Kabar penemuan perahu Nabi Nuh ini, sempat ditayangkan
oleh Majalah Life, Australian Fix Magazine dan
American Life Magazine pada penerbitan tgl 5 September
tahun 1960.
Pada tahun 1990, Ron Wyat bersama Dr. David Fasold,
ahli geologi AS, membawa perlengkapan cangggih, di
antaranya metal detector dan geo radar menjejak
kembali koordinat tempat yang disinyalir ada formasi
perahu Nuh.
Selama empat tahun berturut-turut, ia melakukan
penelitian secara detil dan seksama, baik di formasi
perahu maupun daerah sekelilingnya, untuk mencari
bukti-bukti peradaban setelah dunia itu musnah.
Dalam perjalanan kali ini, ia menemukan sebelas batu
pipih berlubang, yang rata-rata berat antara empat
hingga 10 ton. Batu-batu ini diindikasikan Wyat
adalah, sebagai pemberat kapal agar tidak oleng oleh
tiupan angin kencang.
Sementara itu dari hasil pengamatan peralatan
canggihnya, David Fasold, memperoleh indikasi bahwa
batuan formasi perahu yang ditemukannya itu adalah
kayu yang sudah berubah menjadi fosil. Pada beberapa
lokasi,juga terdapat konsentrasi logam, yang diduga
merupakan pengikat balok.
Hasil deteksi dari geo-radarnya, mengindikasikan bahwa
di bawah fosil formasi perahu itu ada ruangan yang
diduga adalah kamar-kamar. Namun formasi itu,hanya
muncul sepertiganya. Diduga pada waktu itu,
kemungkinan memang terdampar pada lumpur, sehingga
sebagian dari badan kapal, hingga saat ini masih
terbenam, yang sekarang setelah ribuan tahun semuanya
telah berubah menjadi karang.
Gene Collins, dari Departemen Ilmu Geologi AS, yang
tidak percaya begitu saja kepada laporan David Fasold,
pada penghujung tahun 2000 bersama satu tim yang
terdiri dari 12 orang berbagai disiplin ilmu juga
berangkat ke lokasi yang diduga merupakan tempat
terdamparnya perahu raksasa Nabi Nuh.
Berangkat bersama tim itu, juga ahli Geologi Kelautan
Dr. Robert Balard, yang telah sukses dalam menemukan
bangkai Titanic,Istana Cleopatra, dan Benua yang
hilang Atlantis.
Menurut Collins, formasi fosil perahu itu diduga kuat
adalah benar perahu Nabi Nuh AS. Karena dengan
berbagai dalih apa pun, tidak mungkin ada benda asing
yang diduga perahu yang sudah memfosil berada pada
ketinggian 15.500 kaki tanpa sesuatu sebab. Fosil
perahu yang ditemukan itu, merupakan nenek moyang
perahu bangsa Sumeria.
Dari uji karbon di sekitar lokasi perahu, ternyata
mengandung 4,95 % karbon dan pada beberapa lokasi
terdapat kandungan besi yang cukup banyak dari segi
tingginya kandungan karbon, hal ini berarti karbon itu
berasal dari kayu yang sudah membatu. Padahal di
lokasi lain, kandungan karbonnya hanya 1,88% saja yang
biasa diperoleh dari kandungan tanah biasa.
Harold Cofins, ahli geologi Tim yang juga bertindak
sebagai jurubicara Tim mengungkapkan, bahwa perahu itu
terbuat dari kayu species “Sigilata” yang telah
diawetkan dengan sejenis ter. Species kayu ini sejenis
kayu raksasa, yang kini sudah punah dari muka bumi.
Menurut para ahli biologi kehutanan, kayu jenis ini
memiliki keluarga sekitar 200 species, yang beberapa
di antaranya masih hidup di Amerika Utara, Pategonia
dan Australia.
Tentang masalah banjirnya sendiri, Dr. Balard
mengungkapkan bahwa dari bukti-bukti yang ada di
ketinggian itu banjir be sar pernah melanda bumi pada
10.000 tahun yl, dan air sempat mencapai ketinggian
lebih dari 15.000 kaki.
Untuk mencapai posisi seperti saat ini – hingga
munculnya benua-benua dan pulau-pulau – katanya
memakan waktu hingga 7.500 tahun
http://sirnawarna.wordpress.com